Malaysia, Thailand, dan Kamboja Lega Dapat Tarif Impor AS 19 Persen
Negara-negara Asia Tenggara bernapas lega setelah AS mengumumkan tarif impor yang jauh lebih rendah daripada yang diancam oleh Presiden Donald Trump.
Thailand, Malaysia, dan Kamboja memperoleh tarif yang sama dengan Indonesia, yakni 19 persen. Indonesia adalah ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Dikutip dari Reuters, Jumat (1/8/2025), ancaman tarif impor Trump telah mengguncang Asia Tenggara, kawasan yang sangat bergantung pada ekspor dan manufaktur, dan di banyak bidang didorong oleh pergeseran rantai pasok dari China.
Thailand, Malaysia, dan Kamboja bergabung dengan Indonesia dan Filipina dengan tarif AS sebesar 19 persen, sebulan setelah Washington mengenakan tarif impor 20 persen untuk Vietnam.
Asia Tenggara, dengan ekonomi kolektif bernilai lebih dari 3,8 triliun dollar AS, telah berlomba-lomba menawarkan konsesi dan mengamankan kesepakatan dengan AS, pasar ekspor utama bagi sebagian besar negara di kawasan itu.
Negara-negara Asia Tenggara, banyak di antaranya merupakan pemain kunci dalam rantai pasokan global, berlomba-lomba menghindari prospek kehilangan pangsa pasar satu sama lain dan kemungkinan perusahaan multinasional mengalihkan operasi dan pesanan ke tempat lain.
Kementerian Perdagangan Malaysia mengatakan tarif impor yang turun dari ancaman 25 persen, merupakan hasil positif tanpa mengorbankan apa yang disebutnya sebagai barang "garis merah".
Menteri Keuangan Thailand mengatakan pengurangan tarif impor AS dari 36 persen menjadi 19 persen akan membantu ekonomi Thailandyang sedang berjuang menghadapi tantangan global ke depan.
"Ini membantu menjaga daya saing Thailand di panggung global, meningkatkan kepercayaan investor, dan membuka pintu bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan, dan peluang baru," kata Menteri Keuangan Thailand Pichai Chunhavajira.
Sejauh mana kemajuan dalam kesepakatan perdagangan bilateral dengan AS belum jelas, dengan Washington sejauh ini telah mencapai "kesepakatan kerangka kerja" yang luas dengan Indonesia dan Vietnam, dengan ruang untuk bernegosiasi lebih lanjut.
Pichai mengatakan Thailand telah mencapai sekitar sepertiga dari kemajuan tersebut.
AS juga memangkas tarif impor untuk Kamboja menjadi 19 persen dari pungutan sebelumnya sebesar 36 persen dan 49 persen, dorongan besar bagi sektor garmen, pendorong ekonomi terbesar Kamboja dan sumber sekitar satu juta lapangan kerja manufaktur.
“Jika AS mempertahankan tarif 49 persen atau 36 persen, menurut saya industri itu akan runtuh,” ujar Wakil Perdana Menteri Kamboja dan negosiator perdagangan utama, Sun Chanthol, kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Pengusaha Malaysia dan Thailand sambut tarif impor 19 persen
Di Thailand dan Malaysia, kelompok bisnis menyambut baik tarif yang dapat menandakan dipertahankannya status quo antara pasar-pasar yang bersaing, di antaranya mereka yang diuntungkan oleh apa yang disebut perdagangan "China plus satu".
“Ini sangat bagus, kami setara dengan Indonesia dan Filipina dan lebih rendah dari Vietnam... kami senang,” kata Werachai Lertluckpreecha dari produsen semikonduktor Star Microelectronics.
Chookiat Ophaswongse dari asosiasi eksportir beras Thailand mengatakan tarif yang sama dengan Vietnam akan mempertahankan pangsa pasarnya di AS.
Adapun Wong Siew Hai, presiden asosiasi industri semikonduktor Malaysia, mengatakan tarif impor terbaru akan menyeimbangkan persaingan.
"Saya tidak melihat perusahaan-perusahaan melakukan sesuatu yang istimewa. Untuk saat ini, semuanya akan berjalan seperti biasa, sampai mereka menemukan langkah terbaik berikutnya," kata Wong.
Masih banyak yang harus dikerjakan oleh pemerintahan Trump, termasuk hambatan non-tarif, aturan asal barang, dan transshipment untuk tujuan menghindari bea masuk, tindakan yang menargetkan barang-barang yang berasal dari China tanpa atau dengan nilai tambah terbatas, di mana tarif 40 persen akan berlaku.
Vietnam memiliki salah satu surplus perdagangan terbesar di dunia dengan AS, senilai lebih dari 120 miliar dollar AS tahun lalu, dan sering disebut sebagai pusat pengalihan rute ilegal barang-barang China ke AS.
Vietnam adalah negara pertama yang memulai perundingan perdagangan dan mencapai kesepakatan pada Juli 2025 yang memangkas tarif dari ancaman 46 persen menjadi 20 persen.
Namun, sejumlah kalangan usaha masih khawatir bahwa ketergantungannya yang besar pada bahan baku dan komponen yang diimpor dari China dapat menyebabkan penerapan tarif 40 persen.
"Itulah masalah sebenarnya," kata seorang pengusaha di Vietnam, yang enggan disebut namanya.
Andrew Sheng dari Asia Global Institute, Hong Kong University, mengatakan tarif serupa berarti negara-negara Asia Tenggara seharusnya merasa lega karena ketidakpastian kebijakan telah berakhir untuk saat ini.
"Pengumuman tarif ini tampak seperti kesepakatan klasik ala Trump Art of the Deal. Banyak sensasi dan ancaman, dan dengan satu sentuhan, pihak lain merasa bahwa kesepakatannya masuk akal," katanya.
0 Response to "Malaysia, Thailand, dan Kamboja Lega Dapat Tarif Impor AS 19 Persen"
Posting Komentar